BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Luka bakar merupakan cedera yang cukup
sering dihadapi oleh dokter dan perawat.
Jenis yang berat memperlihatkan morbiditas dan derajad cacat yang
relatif tinggi dibanding dengan cedera oleh sebab lain. Biaya yang dibutuhkan dalam penangananpun
tinggi. Penyebab luka bakar selain terbakar api langsung atau tak langsung,
juga pajanan suhu tinggi dari matahari, listrik, maupun bahan
kimia.(Elizabeth,2009)
Statistik menunjukkan bahwa 60% luka
bakar terjadi karena kecelakaan rumah tangga, 20% karena kecelakaan kerja, dan
20% sisanya karena sebab-sebab lain, misalnya bus terbakar, ledakan bom, dan
gunung meletus.
(Moenajad, 2001)
Penanganan dan perawatan luka bakar
(khususnya luka bakar berat) memerlukan perawatan yang kompleks dan masih
merupakan tantangan tersendiri karena angka morbiditas dan mortalitas yang
cukup tinggi.1 Di Amerika dilaporkan sekitar 2 – 3 juta penderita setiap
tahunnya dengan jumlah kematian sekitar 5 – 6 ribu kematian per tahun. Di
Indonesia sampai saat ini belum ada laporan tertulis mengenai jumlah penderita
luka bakar dan jumlah angka kematian yang diakibatkannya. Di unit luka bakar
RSCM Jakarta, pada tahun 2008 dilaporkan sebanyak 107 kasus luka bakar yang
dirawat dengan angka kematian 37,38%. Dari unit luka bakar RSU Dr. Soetomo
Surabaya pada tahun 2008 didapatkan data bahwa kematian umumnya terjadi pada
luka bakar dengan luas lebih dari 50% atau pada luka bakar yang disertai cedera
pada saluran napas dan 50% terjadi pada 7 hari pertama perawatan. (Irna Bedah RSUD Dr. Soetomo, 2001)
Beberapa karakteristik luka bakar yang
terjadi membutuhkan tindakan khusus yang berbeda. Karakteristik ini meliputi
luasnya, penyebab(etiologi) dan anatomi luka bakar. Luka bakar yang melibatkan
permukaan tubuh yang besar atau yang meluas ke jaringan yang lebih dalam,
memerlukan tindakan yang lebih intensif daripada luka bakar yang lebih kecil
dan superficial. Luka bakar yang disebabkan oleh cairan yang panas (scald burn)
mempunyai perbedaan prognosis dan komplikasi dari pada luka bakar yang sama
yang disebabkan oleh api atau paparan radiasi ionisasi. Luka bakar karena bahan kimia
memerlukan pengobatan yang berbeda dibandingkan karena sengatan listrik
(elektrik) atau persikan api. Luka bakar yang mengenai genetalia menyebabkan
resiko nifeksi yang lebih besar daripada di tempat lain dengan ukuran yang
sama. Luka bakar pada kaki atau tangan dapat mempengaruhi kemampuan fungsi
kerja klien dan memerlukan tehnik pengobatan yang berbeda dari lokasi pada
tubuh yang lain. Pengetahuan umum perawat tentang anatomi fisiologi kulit,
patofisiologi luka bakar sangat diperlukan untuk mengenal perbedaan dan derajat
luka bakar tertentu dan berguna untuk mengantisipasi harapan hidup serta
terjadinya komplikasi multi organ yang menyertai. (Irna Bedah RSUD Dr. Soetomo, 2001)
Prognosis klien
yang mengalami suatu luka bakar berhubungan langsung dengan lokasi dan ukuran
luka bakar. Faktor lain seperti umur, status kesehatan sebelumnya dan inhalasi
asap dapat mempengaruhi beratnya luka bakar dan pengaruh lain yang menyertai.
Klien luka bakar sering mengalami kejadian bersamaan yang merugikan, seperti
luka atau kematian anggota keluarga yang lain, kehilangan rumah dan lainnya.
Klien luka bakar harus dirujuk untuk mendapatkan fasilitas perawatan yang lebih
baik untuk menangani segera dan masalah jangka panjang yang menyertai pada luka
bakar tertentu. (Elizabeth,2009)
1.2 Rumusan
Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka
penulis merumuskan permasalahan tentang “Bagaimana Asuhan Keperawatan Klien
dengan kegawatdaruratan Luka Bakar”.
1.3 Tujuan
1.3.1
Tujuan umum
Mahasiswa dapat memahami Asuhan
Keperawatan Klien dengan Kegawatdaruratan Luka Bakar.
1.3.2
Tujuan
khusus
Mahasiswa dapat
menjelaskan kembali :
1. Pengertian luka bakar.
2. Penyebab terjadinya luka
bakar.
3. Fase terjadinya luka
bakar
4. Klasifikasi luka bakar.
5. Cara menghitung luas
luka bakar.
6. Tingkat keparahan luka
bakar.
7. Patofisiologi luka bakar.
8. Indikasi pasien rawat
inap luka bakar.
1.4 Manfaat
1.4.1. Manfaat untuk mahasiswa
Melalui makalah ini mahasiswa dapat mengaplikasikan ilmu yang
diperoleh selama mengikuti pembelajaran terutama tentang pengetahuan mahasiswa dan memberikan asuhan keperawatan pada
pasien luka bakar secara komperhensip.
1.4.2. Manfaat untuk profesi keperawatan
Melalui makalah ini diharapkan dapat
menambah keilmuan dalam keperawatan terutama keperawatan kegawatdaruratan luka
bakar. sehingga mahasiswa dengan mengaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari.
1.4.3. Manfaat lain
Makalah ini dapat dipergunakan
sebagai bahan dalam melanjutkan penelitian terkait dengan hubungan antara
pengetahuan tentang luka bakar.
BAB 2
TINJAUAN
PUSTAKA
A. Prinsip
Medis Luka Bakar
2.1 Definisi
Luka bakar (combustio) adalah kerusakan
atau kehilangan jaringan yang disebabkan kontak dengan sumber panas seperti api,
air panas, bahan kimia, listrik, dan radiasi. ( Moenajat, 2001)
2.2 Etiologi
2.2.1 Luka Bakar Suhu Tinggi (Thermal Burn)
1) Gas
2) Cairan
3) Bahan padat (Solid)
2.2.2 Luka Bakar Bahan Kimia (Chemical Burn)
2.2.3
Luka Bakar
Sengatan Listrik (Electrical Burn)
2.2.4
Luka Bakar
Radiasi (Radiasi Injury).
(Irna
Bedah RSUD Dr. Soetomo, 2001)
2.3 Fase Luka Bakar
A. Fase akut.
Disebut sebagai fase awal atau fase syok. Dalam fase awal
penderita akan mengalami ancaman gangguan airway (jalan nafas), breathing
(mekanisme bernafas), dan circulation (sirkulasi). Gnagguan airway tidak hanya
dapat terjadi segera atau beberapa saat setelah terbakar, namun masih dapat
terjadi obstruksi saluran pernafasan akibat cedera inhalasi dalam 48-72 jam
pasca trauma. Cedera inhalasi adalah penyebab kematian utama penderiat pada
fase akut.
Pada fase akut sering terjadi gangguan keseimbangan cairan dan
elektrolit akibat cedera termal yang berdampak sistemik.
B. Fase sub akut.
Berlangsung setelah fase syok teratasi. Masalah yang terjadi
adalah kerusakan atau kehilangan jaringan akibat kontak denga sumber panas.
Luka yang terjadi menyebabkan:
1. Proses inflamasi dan infeksi.
2. Problem penutupan luka dengan titik
perhatian pada luka telanjang atau tidak berbaju epitel luas dan atau pada
struktur atau organ – organ fungsional.
3. Keadaan hipermetabolisme
C. Fase lanjut.
Fase lanjut akan berlangsung hingga terjadinya maturasi parut
akibat luka dan pemulihan fungsi organ-organ fungsional. Problem yang muncul
pada fase ini adalah penyulit berupa parut yang hipertropik, keloid, gangguan
pigmentasi, deformitas dan kontraktur.
2.4 Klasifikasi Luka Bakar ( Moenajat, 2001).
A. Dalamnya Luka Bakar
Klasifikasi Combustio
1). Luka Bakar Tingkat I
Kedalaman : Ketebalan partial superfisial
Penyebab : Jilatan api, sinar ultra violet (terbakar oleh
matahari).
Penampilan : Kering tidak ada gelembung, oedem minimal atau tidak ada, pucat bila ditekan dengan ujung
jari, berisi kembali bila tekanan dilepas.
Warna : Bertambah merah.
Perasaan : Nyeri
2). Luka Bakar Tingkat II
Kedalaman : Lebih dalam dari ketebalan partial, superfisial,
dalam.
Penyebab : Kontak dengan bahan air atau bahan padat,
jilatan api kepada pakaian, jilatan langsung kimiawi, sinar ultra violet.
Penampilan : Blister besar dan lembab yang ukurannya
bertambah besar, pucat bila ditekan dengan ujung jari, bila tekanan dilepas
berisi kembali.
Warna : Berbintik-bintik yang kurang jelas, putih,
coklat, pink, daerah merah coklat.
Perasaan : Sangat nyeri
3). Luka Bakar Tingkat III
Kedalaman : Ketebalan sepenuhnya
Penyebab : Kontak dengan bahan cair atau padat, nyala api,
kimia, kontak dengan arus listrik.
Penampilan : Kering disertai kulit mengelupas, pembuluh darah
seperti arang terlihat dibawah kulit yang mengelupas, gelembung jarang,
dindingnya sangat tipis, tidak membesar, tidak pucat bila ditekan.
Warna : Putih, kering, hitam, coklat tua, hitam, merah.
Perasaan : Tidak sakit, sedikit sakit, rambut mudah lepas
bila dicabut.
2.4.2 Luas Luka
Bakar
Wallace membagi tubuh atas bagian 9% atau kelipatan 9 yang
terkenal dengan nama rule of nine atau rule of wallace yaitu:
1) Kepala dan
leher
: 9%
2) Lengan masing-masing
9%
: 18%
3) Badan depan 18%, badan belakang
18% : 36%
4) Tungkai masing-masing 18% : 36%
5)
Genetalia/perineum
: 1%
Total : 100%
2.4.3 Berat Ringannya Luka Bakar
(Skeet, 2002)
Untuk mengkaji beratnya luka bakar harus dipertimbangkan beberapa
faktor antara lain :
1) Persentasi area (Luasnya) luka
bakar pada permukaan tubuh.
2) Kedalaman luka bakar.
3) Anatomi lokasi luka bakar.
4) Umur klien.
5) Riwayat pengobatan yang lalu.
6) Trauma yang menyertai atau
bersamaan.
American college of surgeon membagi dalam:
A. Parah – critical:
a) Tingkat
II : 30% atau lebih.
b) Tingkat
III : 10% atau lebih.
c) Tingkat III
pada tangan, kaki dan wajah.
d) Dengan adanya
komplikasi penafasan, jantung, fraktur, soft tissue yang luas.
B. Sedang – moderate:
a) Tingkat
II
: 15 – 30%
b) Tingkat
III
: 1 – 10%
C. Ringan – minor:
a) Tingkat
II
: kurang 15%
b) Tingkat
III
: kurang 1%
B. KONSEP ASUHAN
KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian
1.
Aktifitas/istirahat:
Tanda: Penurunan kekuatan, tahanan; keterbatasan rentang gerak
pada area yang sakit; gangguan massa otot, perubahan tonus.
2.
Sirkulasi:
Tanda (dengan cedera luka bakar lebih dari 20% APTT): hipotensi (syok); penurunan nadi perifer
distal pada ekstremitas yang cedera; vasokontriksi perifer umum dengan
kehilangan nadi, kulit putih dan dingin (syok listrik); takikardia
(syok/ansietas/nyeri); disritmia (syok listrik); pembentukan oedema jaringan
(semua luka bakar).
3.
Integritas ego:
Gejala: masalah tentang keluarga, pekerjaan, keuangan, kecacatan.
Tanda: ansietas, menangis, ketergantungan, menyangkal, menarik
diri, marah.
4.
Eliminasi:
Tanda: haluaran urine menurun/tak ada selama
fase darurat; warna mungkin hitam kemerahan bila terjadi mioglobin,
mengindikasikan kerusakan otot dalam; diuresis (setelah kebocoran kapiler dan
mobilisasi cairan ke dalam sirkulasi); penurunan bising usus/tak ada; khususnya
pada luka bakar kutaneus lebih besar dari 20% sebagai stres penurunan
motilitas/peristaltik gastrik.
5.
Makanan/cairan:
Tanda: oedema jaringan umum; anoreksia; mual/muntah.
6.
Neurosensori:
Gejala: area batas; kesemutan.
Tanda: perubahan orientasi; afek, perilaku; penurunan refleks
tendon dalam (RTD) pada cedera ekstremitas; aktifitas kejang (syok listrik);
laserasi korneal; kerusakan retinal; penurunan ketajaman penglihatan (syok
listrik); ruptur membran timpanik (syok listrik); paralisis (cedera listrik
pada aliran saraf).
7.
Nyeri/kenyamanan:
Gejala: Berbagai nyeri; contoh luka bakar derajat pertama secara
eksteren sensitif untuk disentuh; ditekan; gerakan udara dan perubahan suhu;
luka bakar ketebalan sedang derajat kedua sangat nyeri; sementara respon pada
luka bakar ketebalan derajat kedua tergantung pada keutuhan ujung saraf; luka
bakar derajat tiga tidak nyeri.
8.
Pernafasan:
Gejala: terkurung dalam ruang tertutup; terpajan lama (kemungkinan
cedera inhalasi).
Tanda: serak; batuk mengii; partikel karbon dalam sputum;
ketidakmampuan menelan sekresi oral dan sianosis; indikasi cedera inhalasi.
Pengembangan torak mungkin terbatas pada adanya luka bakar lingkar
dada; jalan nafas atau stridor/mengii (obstruksi sehubungan dengan
laringospasme, oedema laringeal); bunyi nafas: gemericik (oedema paru); stridor
(oedema laringeal); sekret jalan nafas dalam (ronkhi).
9.
Keamanan:
Tanda:
Kulit umum: destruksi jaringan dalam mungkin tidak terbukti selama
3-5 hari sehubungan dengan proses trobus mikrovaskuler pada beberapa luka.
Area kulit tak terbakar mungkin dingin/lembab, pucat, dengan
pengisian kapiler lambat pada adanya penurunan curah jantung sehubungan dengan
kehilangan cairan/status syok.
Cedera api: terdapat area cedera campuran dalam sehubunagn dengan
variase intensitas panas yang dihasilkan bekuan terbakar. Bulu hidung gosong;
mukosa hidung dan mulut kering; merah; lepuh pada faring posterior;oedema
lingkar mulut dan atau lingkar nasal.
Cedera kimia: tampak luka bervariasi sesuai agen penyebab.
Kulit mungkin coklat kekuningan dengan tekstur seprti kulit samak
halus; lepuh; ulkus; nekrosis; atau jaringan parut tebal. Cedera
secara umum lebih dalam dari tampaknya secara perkutan dan kerusakan jaringan
dapat berlanjut sampai 72 jam setelah cedera.
Cedera listrik: cedera kutaneus eksternal biasanya lebih sedikit
di bawah nekrosis. Penampilan luka bervariasi dapat meliputi luka aliran
masuk/keluar (eksplosif), luka bakar dari gerakan aliran pada proksimal tubuh
tertutup dan luka bakar termal sehubungan dengan pakaian terbakar.
Adanya fraktur/dislokasi (jatuh, kecelakaan sepeda motor, kontraksi
otot tetanik sehubungan dengan syok listrik).
10. Pemeriksaan diagnostik:
1) LED: mengkaji hemokonsentrasi.
2) Elektrolit serum mendeteksi ketidakseimbangan cairan
dan biokimia. Ini terutama penting untuk memeriksa kalium terdapat peningkatan
dalam 24 jam pertama karena peningkatan kalium dapat menyebabkan henti jantung.
3) Gas-gas darah arteri (GDA) dan sinar X dada mengkaji
fungsi pulmonal, khususnya pada cedera inhalasi asap.
4) BUN dan kreatinin mengkaji fungsi ginjal.
5) Urinalisis menunjukkan mioglobin dan hemokromogen
menandakan kerusakan otot pada luka bakar ketebalan penuh luas.
6) Bronkoskopi membantu memastikan cedera inhalasi asap.
7) Koagulasi memeriksa faktor-faktor pembekuan yang dapat
menurun pada luka bakar masif.
8) Kadar karbon monoksida serum meningkat pada cedera
inhalasi asap.
3.2 Diagnosa
Keperawatan
Marilynn E. Doenges dalam Nursing care plans, Guidelines for
planning and documenting patient care mengemukakan beberapa Diagnosa
keperawatan sebagai berikut :
1.
Resiko tinggi bersihan jalan nafas tidak
efektif berhubungan dengan obtruksi trakeabronkial;edema mukosa dan hilangnya
kerja silia. Luka bakar daerah leher; kompresi jalan nafas thorak dan dada atau
keterdatasan pengembangan dada.
2.
Resiko tinggi kekurangan volume cairan
berhubungan dengan Kehilangan cairan melalui rute abnormal. Peningkatan
kebutuhan : status hypermetabolik, ketidak cukupan pemasukan. Kehilangan perdarahan.
3.
Resiko kerusakan pertukaran gas
berhubungan dengan cedera inhalasi asap atau sindrom kompartemen torakal
sekunder terhadap luka bakar sirkumfisial dari dada atau leher.
4.
Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan
Pertahanan primer tidak adekuat; kerusakan perlinduingan kulit; jaringan
traumatik. Pertahanan sekunder tidak adekuat; penurunan Hb, penekanan respons
inflamasi.
5.
Nyeri berhubungan dengan Kerusakan
kulit/jaringan; pembentukan edema. Manifulasi jaringan cidera contoh debridemen luka.
6.
Resiko tinggi kerusakan perfusi jaringan,
perubahan/disfungsi neurovaskuler perifer berhubungan dengan
Penurunan/interupsi aliran darah arterial/vena, contoh luka bakar seputar
ekstremitas dengan edema.
7.
Perubahan nutrisi : Kurang dari kebutuhan
tubuh berhubungan dengan status hipermetabolik (sebanyak 50 % – 60% lebih besar
dari proporsi normal pada cedera berat) atau katabolisme protein.
8.
Kerusakan mobilitas fisik berhubungan
dengan gangguan neuromuskuler, nyeri/tak nyaman, penurunan kekuatan dan tahanan.
9.
Kerusakan integritas kulit berhubungan
dengan Trauma : kerusakan permukaan kulit karena destruksi lapisan kulit
(parsial/luka bakar dalam).
10.
Gangguan citra tubuh (penampilan peran)
berhubungan dengan krisis situasi; kejadian traumatik peran klien tergantung,
kecacatan dan nyeri.
3.3 Rencana Intervensi
1. Diagnosa Keperawatan : Resiko bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan
dengan obstruksi trakheobronkhial; oedema mukosa; kompresi jalan nafas .
Tujuan dan Kriteria Hasil : Bersihan jalan nafas
tetap efektif. Kriteria Hasil : Bunyi nafas vesikuler, RR dalam batas normal,
bebas dispnoe/cyanosis.
Intervensi :
1)
Kaji refleks gangguan/menelan; perhatikan pengaliran air liur, ketidakmampuan
menelan, serak, batuk mengi. Rasional : Dugaan cedera inhalasi
2)
Awasi frekuensi, irama, kedalaman pernafasan ;
perhatikan adanya pucat/sianosis dan sputum mengandung karbon atau merah muda.
Rasional : Takipnea, penggunaan otot bantu, sianosis dan perubahan sputum
menunjukkan terjadi distress pernafasan/edema paru dan kebutuhan intervensi
medik.
3)
Auskultasi paru, perhatikan stridor,
mengi/gemericik, penurunan bunyi nafas, batuk rejan. Rasional : Obstruksi jalan
nafas/distres pernafasan dapat terjadi sangat cepat atau lambat contoh sampai
48 jam setelah terbakar.
4)
Perhatikan adanya pucat atau warna buah ceri
merah pada kulit yang cidera. Rasional : Dugaan adanya hipoksemia atau karbon
monoksida.
5)
Tinggikan kepala tempat tidur. Hindari
penggunaan bantal di bawah kepala, sesuai indikasi. Rasional : Meningkatkan
ekspansi paru optimal/fungsi pernafasan. Bilakepala/leher
terbakar, bantal dapat menghambat pernafasan, menyebabkan nekrosis pada
kartilago telinga yang terbakar dan meningkatkan konstriktur leher.
6)
Dorong batuk/latihan nafas dalam dan perubahan
posisi sering. Rasional : Meningkatkan ekspansi paru, memobilisasi dan drainase
sekret.
7)
Hisapan (bila perlu) pada perawatan ekstrem,
pertahankan teknik steril. Rasional : Membantu mempertahankan jalan nafas
bersih, tetapi harus dilakukan kewaspadaan karena edema mukosa dan inflamasi.
Teknik steril menurunkan risiko infeksi.
8)
Tingkatkan istirahat suara tetapi kaji kemampuan
untuk bicara dan/atau menelan sekret oral secara periodik. Rasional : Peningkatan
sekret/penurunan kemampuan untuk menelan menunjukkan peningkatan edema trakeal
dan dapat mengindikasikan kebutuhan untuk intubasi.
9)
Selidiki perubahan perilaku/mental contoh
gelisah, agitasi, kacau mental. Rasional : Meskipun sering berhubungan dengan nyeri,
perubahan kesadaran dapat menunjukkan terjadinya/memburuknya hipoksia.
10) Awasi 24 jam keseimbngan
cairan, perhatikan variasi/perubahan. Rasional : Perpindahan cairan atau
kelebihan penggantian cairan meningkatkan risiko edema paru. Catatan : Cedera
inhalasi meningkatkan kebutuhan cairan sebanyak 35% atau lebih karena edema.
·
Lakukan program kolaborasi meliputi : Berikan pelembab O2 melalui cara yang tepat, contoh masker wajah.
Rasional : O2 memperbaiki hipoksemia/asidosis. Pelembaban menurunkan
pengeringan saluran pernafasan dan menurunkan viskositas sputum.
·
Awasi/gambaran seri GDA. Rasional : Data dasar
penting untuk pengkajian lanjut status pernafasan dan pedoman untuk pengobatan.
PaO2 kurang dari 50, PaCO2 lebih besar dari 50 dan
penurunan pH menunjukkan inhalasi asap dan terjadinya pneumonia/SDPD.
·
Kaji ulang seri rontgen. Rasional : Perubahan
menunjukkan atelektasis/edema paru tak dapat terjadi selama 2 – 3 hari setelah
terbakar.
·
Berikan/bantu fisioterapi dada/spirometri
intensif. Rasional : Fisioterapi dada mengalirkan area dependen paru, sementara
spirometri intensif dilakukan untuk memperbaiki ekspansi paru, sehingga
meningkatkan fungsi pernafasan dan menurunkan atelektasis.
·
Siapkan/bantu intubasi atau trakeostomi sesuai
indikasi. Rasional : Intubasi/dukungan mekanikal dibutuhkan bila jalan nafas
edema atau luka bakar mempengaruhi fungsi paru/oksigenasi.
2.Diagnosa Keperawatan : Resiko tinggi
kekurangan volume cairan berhubungan dengan Kehilangan cairan melalui rute
abnormal. Peningkatan kebutuhan : status hypermetabolik, ketidak cukupan
pemasukan. Kehilangan perdarahan.
Tujuan dan Kriteria Hasil : Pasien dapat
mendemostrasikan status cairan dan biokimia membaik. Kriteria evaluasi: tak ada
manifestasi dehidrasi, resolusi oedema, elektrolit serum dalam batas normal,
haluaran urine di atas 30 ml/jam.
Intervensi :
1)
Awasi tanda
vital, CVP. Perhatikan kapiler dan kekuatan nadi perifer. Rasional :
Memberikan pedoman untuk penggantian cairan dan mengkaji respon kardiovaskuler.
2)
Awasi pengeluaran urine dan berat jenisnya.
Observasi warna urine dan hemates sesuai indikasi. Rasional : Penggantian
cairan dititrasi untuk meyakinkan rata-2 pengeluaran urine 30-50 cc/jam pada
orang dewasa. Urine berwarna merah pada kerusakan otot masif karena adanyadarah
dan keluarnya mioglobin.
3)
Perkirakan drainase luka dan kehilangan yang
tampak. Rasional : Peningkatan permeabilitas kapiler, perpindahan protein,
proses inflamasi dan kehilangan cairan melalui evaporasi mempengaruhi volume
sirkulasi dan pengeluaran urine.
4)
Timbang berat badan setiap hari. Rasional :
Penggantian cairan tergantung pada berat badan pertama dan perubahan
selanjutnya.
5)
Ukur lingkar ekstremitas yang terbakar tiap hari
sesuai indikasi. Rasional : Memperkirakan luasnya oedema/perpindahan cairan
yang mempengaruhi volume sirkulasi dan pengeluaran urine.
6)
Selidiki perubahan mental. Rasional :
Penyimpangan pada tingkat kesadaran dapat mengindikasikan ketidak adequatnya
volume sirkulasi/penurunan perfusi serebral.
7)
Observasi distensi abdomen,hematomesis,feces
hitam. Rasional : Stres (Curling) ulcus terjadi pada setengah dari semua pasien
yang luka bakar berat(dapat terjadi pada awal minggu pertama).
8)
Hemates drainase NG dan feces secara periodik.
Rasional : Observasi ketat fungsi ginjal dan mencegah stasis atau refleks
urine.
9)
Lakukan program kolaborasi meliputi :
o Pasang / pertahankan
kateter urine. Rasional : Memungkinkan infus cairan cepat.
o Pasang/ pertahankan
ukuran kateter IV. Rasional : Resusitasi cairan menggantikan kehilangan
cairan/elektrolit dan membantu mencegah komplikasi.
o Berikan penggantian
cairan IV yang dihitung, elektrolit, plasma, albumin. Rasional : Mengidentifikasi
kehilangan darah/kerusakan SDM dan kebutuhan penggantian cairan dan
elektrolit.
o Awasi hasil pemeriksaan
laboratorium ( Hb, elektrolit, natrium ). Rasional : Meningkatkan pengeluaran
urine dan membersihkan tubulus dari debris /mencegah nekrosis.
o Berikan obat sesuai
idikasi : Diuretika contohnya Manitol (Osmitrol), Kalium, Antasida. Rasional :
Penggantian lanjut karena kehilangan urine dalam jumlah besar, Menurunkan
keasaman gastrik sedangkan inhibitor histamin menurunkan produksi asam
hidroklorida untuk menurunkan produksi asam hidroklorida untuk menurunkan
iritasi gaster.
10) Pantau:
Tanda-tanda vital setiap jam selama periode darurat, setiap 2 jam selama
periode akut, dan setiap 4 jam selama periode rehabilitasi. Warna urine.
Masukan dan haluaran setiap jam selama periode darurat, setiap 4 jam selama
periode akut, setiap 8 jam selama periode rehabilitasi. Hasil-hasil JDL dan
laporan elektrolit. Berat badan setiap hari. CVP (tekanan vena sentral) setiap
jam bial diperlukan. Status umum setiap 8 jam. Rasional : Mengidentifikasi
penyimpangan indikasi kemajuan atau penyimpangan dari hasil yang diharapkan.
Periode darurat (awal 48 jam pasca luka bakar) adalah periode kritis yang
ditandai oleh hipovolemia yang mencetuskan individu pada perfusi ginjal dan
jarinagn tak adekuat. Inspeksi adekuat dari luka bakar.
11) Pada penerimaan rumah sakit,
lepaskan semua pakaian dan perhiasan dari area luka bakar. Mulai terapi IV yang
ditentukan dengan jarum lubang besar (18G), lebih disukai melalui kulit yang
telah terluka bakar. Bila pasien menaglami luka bakar luas dan menunjukkan
gejala-gejala syok hipovolemik, bantu dokter dengan
pemasangan kateter vena sentral untuk pemantauan CVP. Rasional : Penggantian
cairan cepat penting untuk mencegah gagal ginjal. Kehilangan cairan bermakna
terjadi melalui jarinagn yang terbakar dengan luka bakar luas. Pengukuran
tekanan vena sentral memberikan data tentang status volume cairan
intravaskular.
12) Beritahu dokter bila:
haluaran urine < 30 ml/jam, haus, takikardia, CVP < 6 mmHg, bikarbonat
serum di bawah rentang normal, gelisah, TD di bawah rentang normal, urine gelap
atau encer gelap. Rasional : Temuan-temuan ini mennadakan hipovolemia dan
perlunya peningkatan cairan. Pada lka bakar luas, perpindahan cairan dari ruang
intravaskular ke ruang interstitial menimbukan hipovolemi.
13) Konsultasi doketr bila
manifestasi kelebihan cairan terjadi. Rasional : Pasien rentan pada kelebihan
beban volume intravaskular selama periode pemulihan bila perpindahan cairan
dari kompartemen interstitial pada kompartemen intravaskuler.
14) Tes guaiak muntahan
warna kopi atau feses ter hitam. Laporkan temuan-temuan positif. Rasional : Temuan-temuan
guaiak positif ennandakan adanya perdarahan GI. Perdarahan GI menandakan adaya
stres ulkus (Curling’s).
15) Berikan antasida yang
diresepkan atau antagonis reseptor histamin seperti simetidin. Rasional :
Mencegah perdarahan GI. Luka bakar luas mencetuskan pasien pada ulkus stres
yang disebabkan peningkatan sekresi hormon-hormon adrenal dan asam HCl oleh
lambung.
3.Diagnosa Keperawatan : Resiko kerusakan
pertukaran gas berhubungan dengan cedera inhalasi asap atau sindrom kompartemen
torakal sekunder terhadap luka bakar sirkumfisial dari dada atau leher.
Tujuan dan Kriteria Hasil : Pasien dapat
mendemonstrasikan oksigenasi adekuat. Kriteroia evaluasi: RR 12-24 x/mnt, warna
kulit normal, GDA dalam renatng normal, bunyi nafas bersih, tak ada kesulitan
bernafas.
Intervensi :
1)
Pantau laporan GDA dan kadar karbon monoksida
serum. Rasional : Mengidentifikasi kemajuan dan penyimpangan dari hasil yang
diharapkan. Inhalasi asap dapat merusak alveoli, mempengaruhi pertukaran gas
pada membran kapiler alveoli.
2)
Beriakan suplemen oksigen pada tingkat yang
ditentukan. Pasang atau bantu dengan selang endotrakeal dan tempatkan pasien
pada ventilator mekanis sesuai pesanan bila terjadi insufisiensi pernafasan
(dibuktikan dengan hipoksia, hiperkapnia, rales, takipnea dan perubahan
sensorium). Rasional : Suplemen oksigen meningkatkan jumlah oksigen yang
tersedia untuk jaringan. Ventilasi mekanik diperlukan untuk pernafasan dukungan
sampai pasie dapat dilakukan secara mandiri.
3)
Anjurkan pernafasan dalam dengan penggunaan
spirometri insentif setiap 2 jam selama tirah baring. Rasional : Pernafasan
dalam mengembangkan alveoli, menurunkan resiko atelektasis.
4)
Pertahankan posisi semi fowler, bila hipotensi
tak ada. Rasional : Memudahkan ventilasi dengan menurunkan tekanan abdomen
terhadap diafragma.
5)
Untuk luka bakar sekitar torakal, beritahu
dokter bila terjadi dispnea disertai dengan takipnea. Siapkan pasien untuk
pembedahan eskarotomi sesuai pesanan. Rasional : Luka bakar sekitar torakal
dapat membatasi ekspansi adda. Mengupas kulit (eskarotomi) memungkinkan
ekspansi dada.
4.Diagnosa Keperawatan : Resiko tinggi infeksi
berhubungan dengan Pertahanan primer tidak adekuat; kerusakan perlinduingan
kulit; jaringan traumatik. Pertahanan sekunder tidak adekuat; penurunan Hb,
penekanan respons inflamasi.
Tujuan dan Kriteria Hasil : Pasien bebas dari
infeksi. Kriteria evaluasi: tak ada demam, pembentukan jaringan granulasi baik.
Intervensi :
1)
Pantau: Penampilan luka bakar (area luka bakar,
sisi donor dan status balutan di atas sisi tandur bial tandur kulit dilakukan)
setiap 8 jam. Suhu setiap 4 jam. Jumlah makanan yang dikonsumsi setiap kali
makan. Rasional : Mengidentifikasi indikasi-indikasi kemajuan atau penyimapngan
dari hasil yang diharapkan.
2)
Bersihkan area luka bakar setiap hari dan
lepaskan jaringan nekrotik (debridemen) sesuai pesanan. Berikan mandi kolam
sesuai pesanan, implementasikan perawatan yang ditentukan untuk sisi donor,
yang dapat ditutup dengan balutan vaseline atau op site. Rasional : Pembersihan
dan pelepasan jaringan nekrotik meningkatkan pembentukan granulasi.
3)
Lepaskan krim lama dari luka sebelum pemberian
krim baru. Gunakan sarung tangan steril dan beriakan krim antibiotika topikal
yang diresepkan pada area luka bakar dengan ujung jari. Berikan krim secara
menyeluruh di atas luka. Rasional : Antimikroba topikal membantu mencegah
infeksi. Mengikuti prinsip aseptik melindungi pasien dari infeksi. Kulit yang
gundul menjadi media yang baik untuk kultur pertumbuhan bakteri.
4)
Beritahu dokter bila demam drainase purulen atau
bau busuk dari area luka bakar, sisi donor atau balutan sisi tandur. Dapatkan
kultur luka dan berikan antibiotika IV sesuai ketentuan. Rasional :
Temuan-temuan ini mennadakan infeksi. Kultur membantu mengidentifikasi patogen
penyebab sehingga terapi antibiotika yang tepat dapat diresepkan. Karena
balutan siis tandur hanya diganti setiap 5-10 hari, sisi ini memberiakn media
kultur untuk pertumbuhan bakteri.
5)
Tempatkan pasien pada ruangan khusus dan lakukan
kewaspadaan untuk luka bakar luas yang mengenai area luas tubuh. Gunakan linen
tempat tidur steril, handuk dan skort untuk pasien. Gunakan skort steril,
sarung tangan dan penutup kepala dengan masker bila memberikan perawatan pada
pasien. Tempatkan radio atau televisis pada ruangan pasien untuk menghilangkan
kebosanan. Rasional : Kulit adalah lapisan pertama tubuh untuk pertahanan
terhadap infeksi. Teknik steril dan tindakan perawatan perlindungan
lainmelindungi pasien terhadap infeksi. Kurangnya berbagai rangsang ekstrenal
dan kebebasan bergerak mencetuskan pasien pada kebosanan.
6)
Bila riwayat imunisasi tak adekuat, berikan
globulin imun tetanus manusia (hyper-tet) sesuai pesanan. Rasional : Melindungi
terhadap tetanus.
7)
Mulai rujukan pada ahli diet, beriakn protein
tinggi, diet tinggi kalori. Berikan suplemen nutrisi seperti ensure atau
sustacal dengan atau antara makan bila masukan makanan kurang dari 50%.
Anjurkan NPT atau makanan enteral bial pasien tak dapat makan per oral.
Rasional : Ahli diet adalah spesialis nutrisi yang dapat mengevaluasi paling
baik status nutrisi pasien dan merencanakan diet untuk memenuhi kebutuhan nutrisi penderita. Nutrisi
adekuat membantu penyembuhan luka dan memenuhi kebutuhan energi.
5.Diagnosa Keperawatan : Nyeri berhubungan
dengan Kerusakan kulit/jaringan; pembentukan edema. Manipulasi jaringan cidera
contoh debridemen luka.
Tujuan dan Kriteria Hasil : Pasien dapat
mendemonstrasikan hilang dari ketidaknyamanan.
Kriteria evaluasi: menyangkal nyeri, melaporkan perasaan nyaman,
ekspresi wajah dan postur tubuh rileks.
Intervensi :
1)
Berikan anlgesik narkotik yang diresepkan dokter
dan diberikan sedikitnya 30 menit sebelum prosedur perawatan luka. Evaluasi
keefektifannya. Anjurkan analgesik IV bila luka bakar luas. Rasional :
Analgesik narkotik diperlukan untuk memblok jaras nyeri dengan nyeri berat.
Absorpsi obat IM buruk pada pasien dengan luka bakar luas yang disebabkan oleh
perpindahan interstitial berkenaan dengan peningkatan permeabilitas kapiler.
2)
Pertahankan pintu kamar tertutup, tingkatkan suhu
ruangan dan berikan selimut ekstra untuk memberikan kehangatan. Rasional :
Panas dan air hilang melalui jaringan luka bakar, menyebabkan hipotermia.
Tindakan eksternal ini membantu menghemat kehilangan panas.
3)
Berikan ayunan di atas tempat tidur bila diperlukan.
Rasional : Menururnkan nyeri dengan mempertahankan berat badan jauh dari linen
tempat tidur terhadap luka dan menurunkan pemajanan ujung saraf pada aliran
udara.
4)
Bantu dengan pengubahan posisi setiap 2 jam bila
diperlukan. Dapatkan bantuan tambahan sesuai kebutuhan, khususnya bila pasien
tak dapat membantu membalikkan badan sendiri. Rasional : Menghilangkan tekanan
pada tonjolan tulang dependen. Dukungan
adekuat pada luka bakar selama gerakan membantu meminimalkan ketidaknyamanan.
6.Diagnosa Keperawatan : Resiko tinggi kerusakan
perfusi jaringan, perubahan/disfungsi neurovaskuler perifer berhubungan dengan
Penurunan/interupsi aliran darah arterial/vena, contoh luka bakar seputar
ekstremitas dengan edema.
Tujuan dan Kriteria Hasil : Pasien menunjukkan
sirkulasi tetap adekuat. Kriteria evaluasi: warna kulit normal, menyangkal
kebas dan kesemutan, nadi perifer dapat diraba.
Intervensi :
1)
Untuk luka bakar yang mengitari ekstermitas atau
luka bakar listrik, pantau status neurovaskular dari ekstermitas setiap 2 jam.
Rasional : Mengidentifikasi indikasi-indikasi kemajuan atau penyimpangan dari
hasil yang diharapkan.
2)
Pertahankan ekstermitas bengkak ditinggikan.
Rasional : Meningkatkan aliran balik vena dan menurunkan pembengkakan.
3)
Beritahu dokter dengan segera bila terjadi nadi
berkurang, pengisian kapiler buruk, atau penurunan sensasi. Siapkan untuk
pembedahan eskarotomi sesuai pesanan. Rasional : Temuan-temuan ini menandakan
kerusakan sirkualsi distal. Dokter dapat mengkaji tekanan jaringan untuk
menentukan kebutuhan terhadap intervensi bedah. Eskarotomi (mengikis pada
eskar) atau fasiotomi mungkin diperlukan untuk memperbaiki sirkulasi adekuat.
7.Diagnosa Keperawatan : Kerusakan integritas
kulit b/d kerusakan permukaan kulit sekunder destruksi lapisan kulit.
Tujuan dan Kriteria Hasil : Memumjukkan regenerasi
jaringan. Kriteria hasil: Mencapai penyembuhan tepat waktu pada area luka
bakar.
Intervensi :
1)
Kaji/catat ukuran, warna, kedalaman luka,
perhatikan jaringan nekrotik dan kondisi sekitar
luka. Rasional : Memberikan informasi dasar tentang kebutuhan penanaman kulit
dan kemungkinan petunjuk tentang sirkulasi pada aera graft.
2)
Lakukan perawatan luka bakar yang tepat dan
tindakan kontrol infeksi. Rasional : Menyiapkan jaringan untuk penanaman dan
menurunkan resiko infeksi/kegagalan kulit.
3)
Pertahankan penutupan luka sesuai indikasi. Rasional
: Kain nilon/membran silikon mengandung kolagen porcine peptida yang melekat
pada permukaan luka sampai lepasnya atau mengelupas secara spontan kulit
repitelisasi.
4)
Tinggikan area graft bila mungkin/tepat.
Pertahankan posisi yang diinginkan dan imobilisasi area bila diindikasikan.
Rasional : Menurunkan pembengkakan /membatasi resiko pemisahan graft. Gerakan
jaringan dibawah graft dapat mengubah posisi yang mempengaruhi penyembuhan
optimal.
5)
Pertahankan balutan diatas area graft baru
dan/atau sisi donor sesuai indikasi. Rasional : Area mungkin ditutupi oleh
bahan dengan permukaan tembus pandang tak reaktif.
6)
Cuci sisi dengan sabun ringan, cuci, dan minyaki
dengan krim, beberapa waktu dalam sehari, setelah balutan dilepas dan
penyembuhan selesai. Rasional : Kulit graft baru dan sisi donor yang sembuh
memerlukan perawatan khusus untuk mempertahankan kelenturan.
7)
Lakukan program kolaborasi : Siapkan / bantu
prosedur bedah/balutan biologis. Rasional : Graft kulit diambil dari kulit
orang itu sendiri/orang lain untuk penutupan sementara pada luka bakar luas
sampai kulit orang itu siap ditanam.
Daftar Pustaka
Brunner and suddart. (1988). Textbook of Medical Surgical Nursing.
Sixth Edition. J.B. Lippincott Campany. Philadelpia. Hal. 1293 – 1328.
Carolyn, M.H. et. al. (1990). Critical Care Nursing. Fifth
Edition. J.B. Lippincott Campany. Philadelpia. Hal. 752 – 779.
Carpenito,J,L. (1999). Rencana Asuhan Dan Dokumentasi Keperawatan.
Edisi 2 (terjemahan). PT EGC. Jakarta.
Djohansjah, M. (1991). Pengelolaan Luka Bakar. Airlangga
University Press. Surabaya.
Doenges M.E. (1989). Nursing Care Plan. Guidlines for Planning
Patient Care (2 nd ed ). F.A. Davis Company. Philadelpia.
Donna D.Ignatavicius dan Michael, J. Bayne. (1991). Medical
Surgical Nursing. A Nursing Process Approach. W. B. Saunders Company.
Philadelphia. Hal. 357 – 401.
Engram, Barbara. (1998). Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah.
volume 2, (terjemahan). Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.
Riyawan.com | Kumpulan Artikel Farmasi & Keperawatan
Riyawan.com | Kumpulan Artikel Farmasi & Keperawatan
Goodner, Brenda & Roth, S.L. (1995). Panduan Tindakan
Keperawatan Klinik Praktis. Alih bahasa Ni Luh G. Yasmin Asih. PT EGC. Jakarta.
Guyton & Hall. (1997). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi
9. Penerbit Buku Kedoketran EGC. Jakarta
Hudak & Gallo. (1997). Keperawatan Kritis: Pendekatan
Holistik. Volume I. Penerbit Buku Kedoketran EGC. Jakarta.
Long, Barbara C. (1996). Perawatan Medikal Bedah. Volume I.
(terjemahan). Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan Keperawatan Pajajaran. Bandung.
Marylin E. Doenges. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman
Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien Edisi 3. Penerbit Buku
Kedoketran EGC. Jakarta.
BAB IV
PENUTUP
4.1
KESIMPULAN
Luka adalah rusaknya struktur dan fungsi
anatomis normal akibat proses patologis yang berasal dari internal maupun
eksternal dan mengenai organ tertentu. ( Potter & Perry, 2006)
Luka bakar merupakan luka yang unik
diantara bentuk-bentuk luka lainnya karena luka tersebut meliputi sejumlah
besar jaringan mati (eskar) yang tetap berada pada tempatnya untuk jangka waktu
yang lama. (Smeltzer, 2001)
Luka bakar disebabkan oleh pengalihan
energi dari suatu sumber panas kepada tubuh melalui hantaran atau radiasi
elektromagnetik (Smeltzer, 2001).
Penatalaksanaan secara sistematik dapat
dilakukan 6c : clothing, cooling, cleaning, chemoprophylaxis, covering and
comforting (contoh pengurang nyeri).
Adapun Diagnosa keperawatan yang dapat muncul adalah
1) Pola nafas tidak efektif b/d kebutuhan.
2) Bersihan jalan napas b/d Obstruksi
trakeobronkial.
3) Nyeri akut b/d kerusakan ujung-ujung saraf
karena luka bakar/
4) Defisit volume cairan b/d output yang
berlebihan.
4.2 SARAN
1) Untuk mahasiswa sebaiknya dalam memberikan
asuhan keperawatan pada klien dengan kegawatdaruratan luka bakar diharapkan
mampu memahami konsep dasar luka bakar serta konsep asuhan keperawatan.
2) Untuk institusi pendidikan hendaknya lebih
melengkapi literatur yang berkaitan dengan penyakit ini.
Makasih Infonya.
BalasHapusLengkap Artikel Makalahnya.
Salam Kenal